Tekor di Timur, DPRD Kaltim Usung Strategi Berani: Sungai dan Aset Tidur Jadi Primadona PAD Baru
Ujoh Bilang- Gelombang penghematan dari pusat memaksa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) untuk berpikir di luar kotak. Dengan realitas baru berupa pemangkasan transfer dana, DPRD Kaltim Desakan eksekutif untuk lebih berani, inovatif, dan agresif dalam menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah PAD yang selama ini belum tersentuh maksimal.

Baca Juga : Hadapi PON 2024 Tanpa Lima Pilar Andalan, Semangat “Benua Etam” Tak Luntur
Kekhawatiran akan terganggunya ritme pembangunan daerah kini menjadi nyata. Menanggapi hal ini, Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menyuarakan pentingnya lompatan strategis. “Kondisi fiskal kita memang sedang diuji. Ketergantungan pada pusat tidak bisa lagi diandalkan. Ini saatnya kita membuka lembaran baru dengan mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki,” tegas politikus Gerindra tersebut dalam sebuah kesempatan.
Menyelami Potensi Sungai dan Memberdayakan BUMD
Lalu, di mana ladang uang baru itu bersembunyi? Sabaruddin menunjuk dua hal yang selama ini seperti “giant sleeping potential”: pengelolaan alur sungai dan optimalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Bayangkan jaringan sungai kita yang luas dan strategis. Ini bukan sekadar urusan transportasi, tapi juga potensi ekonomi biru yang luar biasa. Bisa dari sektor logistik, wisata sungai, hingga pemanfaatan sumber daya hayati di dalamnya,” paparnya penuh semangat.
Sementara untuk BUMD, ia menekankan bahwa BUMD harus berubah dari sekadar pelengkap menjadi mesin pencetak uang daerah yang efisien. “BUMD harus dikelola dengan prinsip korporasi yang sehat, profesional, dan berorientasi profit. Namun, segalanya harus berjalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Harus ada laporan berkala dan evaluasi kinerja yang ketat,” imbuhnya.
Efisiensi dan Transformasi Digital: Kunci di Tangan Wajib Pajak
Selain membuka sumber baru, pilar utama lainnya adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sabaruddin mengakui bahwa Komisi II, sebagai mitra pemerintah dalam pengawasan PAD, akan turun tangan langsung. “Kami akan bersama-sama pemerintah mencari formula terbaik. Sosialisasi harus dimasifkan, tetapi yang lebih penting adalah membangun kesadaran kolektif bahwa pajak yang dibayar masyarakat adalah napas bagi pembangunan daerah,” sambungnya.
Momentum efisiensi ini, lanjutnya, harus dimanfaatkan untuk melakukan transformasi digital sistem perpajakan daerah. “Kita harus beralih ke sistem yang mudah, cepat, dan transparan. Bayangkan, jika membayar pajak bisa semudah berbelanja online, hanya dengan sentuhan jari dari rumah, pasti kepatuhan masyarakat akan meningkat drastis. Kemudahan adalah pintu utama menuju kepatuhan,” ujarnya.
Inventarisasi Ulang Aset: Melacak Harta Karun yang Terlupakan
Strategi ketiga yang tak kalah krusial adalah mengoptimalkan aset daerah yang tidak produktif atau ‘tidur’. Sabaruddin menganalogikan langkah ini seperti mundur selangkah untuk melompat lebih jauh.
“Kita perlu jeda sejenak untuk melakukan inventarisasi ulang secara menyeluruh. Petakan semua aset, dari tanah, bangunan, hingga ruang komersial. Mana yang sudah produktif, mana yang mangkrak, dan mana yang bisa dikonversi menjadi pusat ekonomi baru. Aset-aset tidur inilah harta karun yang kita lupakan,” jelasnya.
Dengan peta yang jelas, aset-aset tersebut dapat diarahkan pada pemanfaatan yang jauh lebih efektif, seperti disewakan, dikembangkan menjadi kawasan usaha, atau menjadi proyek kerjasama pemerintah dan swasta (PPP).
Prioritas Akhir: Jangan Sentuh Sektor Penting!
Di tengah semua desakan untuk berburu pundi-pundi PAD baru, Sabaruddin menegaskan satu prinsip yang tidak boleh dikompromikan: pembangunan manusia dan infrastruktur dasar harus tetap menjadi prioritas.
“Kami akan terus mengawal. Mesti diteliti dengan saksama sektor mana saja yang terdampak pemangkasan ini, dan solusinya harus tepat sasaran. Pesan kami tegas: jangan sampai upaya menutupi defisit ini justru mengorbankan anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar masyarakat. Itu adalah garis batas yang tidak boleh kita langgar,” tutupnya dengan penuh keyakinan.















